Jum. Agu 29th, 2025

Orb: On the Movement of the Earth

Orb: On the Movement of the Earth

Orb: On the Movement of the Earth – Melampaui Batas Langit dan Dogma

Di balik gemerlap bintang dan misteri alam semesta, tersembunyi sebuah kisah yang jauh lebih kompleks: kisah perjuangan manusia melawan dogma, hasrat, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terhindarkan. Manga Orb: On the Movement of the Earth karya Uoto, pemenang Tezuka Osamu Cultural Prize 2022, bukan sekadar cerita tentang pergerakan bumi. Ia adalah cermin yang memantulkan pergulatan abadi antara sains, iman, dan sisi terdalam kemanusiaan kita.

Artikel ini akan mengupas tuntas setiap lapisan dari karya monumental ini, dari filosofi geosentrisme hingga tragedi yang melahirkan kesadaran baru.

Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.


Geosentrisme: Iman, Otoritas, dan Intuisi

Selama lebih dari 1.000 tahun, peradaban di dunia fiksi manga ini, dipimpin oleh Ortodoksi Gereja, meyakini geosentrisme—bahwa Bumi adalah pusat alam semesta. Keyakinan ini bukan hanya dogma agama, melainkan juga didukung oleh pengamatan sehari-hari dan logika para filsuf terkemuka seperti Aristoteles. Secara intuitif, kita melihat Matahari bergerak dan Bumi terasa diam. Kepercayaan ini menempatkan manusia sebagai spesies istimewa ciptaan Tuhan, yang secara moral mengarahkan kehidupan ke arah yang lebih damai dan beradab.

Namun, di balik perdamaian yang semu itu, terdapat penindasan terhadap rasa ingin tahu. Bagi inkuisitor Gereja, Nowak, rasa ingin tahu adalah penyakit yang harus diberantas karena mengancam tatanan sosial. Dalam pandangannya, mencari kebenaran di luar ajaran Gereja adalah kesombongan yang dapat menghancurkan manusia itu sendiri, sebagaimana mitos hancurnya Roma yang disalahkan karena kebebasan yang kebablasan.


Hasrat yang Mengubah Segalanya: Kisah Rafal

RAFAL

Kekuatan cerita Orb dimulai ketika dogma geosentrisme dipertanyakan oleh sebuah ide yang tersembunyi selama berabad-abad: heliosentrisme. Ide ini, yang mengusulkan Matahari sebagai pusat tata surya, secara tak terduga ditemukan oleh seorang jenius berusia 12 tahun bernama Rafal.

Awalnya, Rafal digambarkan sebagai karakter pragmatis yang memandang dunia dengan sinis. Ia merasa superior karena menganggap dirinya sepenuhnya rasional, berbeda dari orang lain yang dikendalikan emosi. Namun, ironisnya, rasionalitasnya justru menjadi hasrat tak terbendung untuk menemukan kebenaran yang paling sederhana dan indah.

Ia terpesona oleh teori heliosentrisme dari Hubert, yang menawarkan penjelasan alam semesta tanpa perlu epicycles (lingkaran tambahan) yang rumit. Bagi Rafal, jika Tuhan adalah seniman agung, maka alam semesta seharusnya memiliki rancangan yang elegan dan sederhana. Kecintaannya pada keindahan inilah yang membawanya pada takdir yang mengerikan. Ia ditangkap dan disiksa oleh Nowak. Namun, seperti Sokrates yang memilih kebenaran di atas nyawa, Rafal memilih kematian di ruang penyiksaan. Kematiannya bukan akhir, melainkan awal. Ide-ide heliosentrisme yang ia anut tidak mati bersamanya; sebaliknya, mereka menyebar seperti api yang membakar kegelapan dogma.


Paradoks Moral dan Pergulatan Utilitarianisme

Orb menyajikan pertempuran moral yang kompleks melalui tiga karakter utama yang bertarung demi kebenaran, namun dengan cara yang berbeda secara fundamental.

Nowak: Utilitarianisme yang TragisNOWAK

Nowak adalah sosok yang kontradiktif. Wajahnya yang dingin dan pekerjaannya yang brutal bersembunyi di balik keyakinan yang tulus. Ia menerapkan utilitarianisme yang ekstrem: kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbanyak. Dalam pikirannya, menyiksa beberapa orang “sesat” adalah pengorbanan yang diperlukan untuk mencegah kehancuran moral seluruh masyarakat. Namun, hidupnya dipenuhi ironi dan tragedi. Lembaga yang ia bela dengan seluruh hidupnya justru menghukum mati putrinya, Jolenta. Kematian Jolenta menjerumuskannya ke dalam jurang kehancuran, dan ia berjanji akan membalas dendam kepada kaum heretik yang ia yakini bertanggung jawab.

Oczy: Kebebasan dan KemanusiaanOCZY

Berbeda dengan Nowak, Oczy adalah seorang rakyat jelata yang meyakini bahwa kebebasan adalah kunci menuju kebenaran. Pertemuannya dengan para intelektual membuatnya menyadari bahwa Bumi bukanlah tempat yang kotor, melainkan tempat yang layak dicintai dan diperjuangkan. Ia percaya bahwa kebaikan sejati tidak bisa dicapai dengan penindasan, tetapi melalui dialog dan kritik terbuka. Ia adalah representasi dari gagasan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang terus berkembang, bukan dogma yang final. Ia dan Badeni pada akhirnya dihukum gantung, tetapi kematian mereka memantik kesadaran baru, membuktikan bahwa terkadang, kematian adalah bentuk negasi yang melahirkan ide-ide baru yang lebih kuat.

Badeni: Ambisi, Ketenaran, dan WarisanBADENI

Badeni adalah seorang pendeta muda yang ambisius. Ia tidak hanya mencintai pengetahuan, tetapi juga terobsesi untuk dikenang sepanjang sejarah seperti Aristoteles dan Ptolemeus. Namun, seiring cerita berjalan, terungkap bahwa ambisinya lebih dari sekadar keegoisan. Badeni memahami bahwa kemajuan peradaban hanya bisa bertahan jika ide-ide didokumentasikan dan disebarkan melalui tulisan. Ia ingin memastikan bahwa pengetahuan yang ia temukan tidak akan hilang, melainkan menjadi “obor” yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ia rela mengorbankan segalanya demi melindungi pengetahuan yang ia yakini akan membawa kebaikan bagi masa depan umat manusia.


Menyibak Makna Kehidupan: Tuhan, Alam, dan KematianORB THE MOVEMENT OF THE EARTH 2

Puncak narasi Orb terletak pada arc terakhir yang mengungkap jati diri Jolenta, putri Nowak yang telah meninggal. Jolenta ternyata adalah pemimpin dari Front Pembebasan Heretik, sebuah kelompok radikal yang bertujuan menghapus sistem keagamaan. Mereka meyakini bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah alam itu sendiri, sebuah konsep yang mirip dengan Deus sive Natura (Tuhan atau Alam) dari filsuf Baruch Spinoza.

Konflik antara Nowak dan putrinya sendiri adalah ironi terbesar dalam cerita ini. Nowak yang mengabdikan hidupnya kepada Gereja, harus berhadapan dengan fakta bahwa putrinya, yang ia cintai, adalah musuh terakhirnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengabdian yang tulus dan keyakinan yang teguh tidak selalu berujung pada kebahagiaan, melainkan bisa berujung pada tragedi dan kehampaan.

Pada akhirnya, Orb: On the Movement of the Earth bukan hanya tentang apakah Bumi atau Matahari yang menjadi pusat. Ini adalah kisah tentang pencarian makna dan keberanian untuk mempertanyakan, bahkan ketika kebenaran yang kita cari membawa kita pada jurang penderitaan. Manga ini mengajarkan bahwa meskipun kita hanyalah “debu-debu bintang,” hasrat untuk mengetahui dan keberanian untuk melawan dogma adalah esensi sejati dari kemanusiaan kita.

 

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *